Coretan buat Para Penguasa
2 min read
Karya Diata Ma
Air mata hitam menggenangi anak tangga ke-124
baunya seperti tinta, rasanya seperti darah
keringatku larut di sana saat kutulis sebuah tabu;
kebenaran yang kalian tawan di balik kelambu
Dunia gemar bertabir kepalsuan
senyum ganda. wibawa palsu. empati pura-pura.
persaudaraan pamrih. kutukan madu.
Sedang, kerap kita tuli pada suara-suara lirih nan serak
ratapan mereka yang tak boleh menderita
di tanah gemah ripah
di antara penduduk ramah
Atas nama nurani, kami menantang hegemoni
Mata pena menusuk matahari
mereka harus tahu ironi benderang
walau untuk itu kami harus berperang
Negeri ini … harusnya sudah merdeka, Sayang
“Tunduklah!” teriak kalian dari singgasana
entah kapan negeri kita belajar seperti Norwegia
undang-undang itu belum cukup nyata
dilindungi, bebas, informasi terbuka?
Ha ha ha ha ha.
Tuan-Puan, kebebasan kami adalah refleksi kemanusiaanmu!
Kami menolak bungkam
Apatisme turut langgengkan penindasan
Tuan-Puan, silakan injak kami dengan sepatu mahalmu!
kami belum terlalu lungkrah untuk berdiri tegap
pena jiwa takkan patah
walau kamera-rekorder kaurenggut paksa
“Jurnalisme di negeri ini terbuka dan bergairah.”
Delapan kawan kami dipeluk tanah air
melebur dalam napas pahlawan
tanpa keadilan sebanding
64 kawan kami kebebasannya kaunodai
Titik-titik di peta masih rawan intervensi dan intimidasi
Apakah terbuka adalah persekongkolan menuju pembodohan berjama’ah
bermain SARA, citra, bhinneka?!
Apakah gairah justru kala saksikan mereka yang tertindas
menangis lemah pikirkan nasib anak-cucu?!
Darah Juang masih terngiang
juang mereka senantiasa membayang
Kami pun malu ‘pabila gentar-gemetar hadapi keprimitifan kalian
wahai, orang-orang dengan sederet gelar tapi lupa hakikat pendidikan
Sadarlah! Bangun! Atau, pergi sana!
Di tanah tempat tragedi seolah menjadi komedi
kerja jurnalis lebih bernurani dibanding sejuta janji
Di bawah langit biru, 3 Mei 2017
oleh: Diata Ma
*dibuat untuk menghayati Hari Kebebasan Pers Internasional